Senin, 28 Januari 2008

Bagi Umat/Pemimpin Kristen: Pelajaran Berharga Apakah yang Bisa Diperoleh dari Sosok Kehidupan "Pemimpin Besar" Pak Harto.

Bagi Kita Umat/Pemimpin Kristen di Indonesia: Pelajaran berharga sangat penting apakah yang sesungguhnya dapat kita peroleh dari Sosok Kepemimpinan "Pemimpin Besar" Soeharto?

Seperti kita sudah ketahui bersama, Pak Harto mantan presiden (presiden ke-2) Republik ini, telah wafat pada hari Minggu siang kemarin, tanggal 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta dalam usia menjelang 87 tahun. Pak Harto wafat karena gagal multiorgan setelah dirawat selama 24 hari.

Liputan media cetak dan elektronik termasuk hampir semua channel TV pusat dan lokal propinsi begitu sangat luar biasa, sejak masuknya kembali Pak Harto ke RSPP untuk dirawat intensif untuk kesekian kalinya di awal tahun 2008 ini hingga upacara persemayaman di Jl Cendana Menteng Jakarta mulai Senin pagi 28 Januari 2008, berlanjut iring-iringan ke Lanud Halim Perdanakusumah untuk kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga Pak Harto di Astana Giribangun Karang Anyar Solo, Jawa Tengah pada siang itu juga.

Berbagai komentar, perbincangan, editorial, tanggapan, tulisan untuk mengenang kembali sang Jenderal Besar ini telah disampaikan oleh banyak kalangan, bukan hanya di dalam negeri namun juga sejumlah kalangan di luar negeri.

Namun, sejauh tanggapan dan komentar itu ada, bagaimana sesungguhnya pandangan ataupun komentar orang Kristen sendiri? Buat umat/pemimpin Kristen anak bangsa khususnya di Indonesia, apa kira-kira pelajaran berharga sangat penting yang bisa atau boleh dipetik dari sosok kehidupan kepemimpinan "pemimpin besar" Pak Harto itu?

Secara spontan, "thinking on my feets", saya sempat merenungkan dan membincangkannya dengan beberapa teman sejawat. Pasti akan banyak pelajaran berharga yang dapat kita petik. Namun, paling tidak dari perbincangan dan perenungan kami, sedikitnya dapat dipetik empat (4) pelajaran berharga sangat penting yang barangkali berguna bagi kehidupan dan kemajuan umat/pemimpin kristen khususnya di sini. Yang lainnya, mungkin dapat Anda tambahkan.

Empat (4) pelajaran penting sangat berharga bagi umat/pemimpin kristen Indonesia anak bangsa, adalah sebagai berikut:

Hal pertama, kalau mau jujur bila kita lihat Pak Harto dalam hampir seluruh hidupnya, suka atau tidak suka, sesuai atau tidak sesuai dengan keyakinan Kristen kita, beliau begitu sangat menekuni menghidupi "agama" atau kepercayaan yang diyakininya sejak kecil, yakni kepercayaan Kejawen, kepercayaan Jawa. Manunggaling Kawula Gusti. Dari yang bercorak ritual olah kebatinan sampai praktek semedi berikut keilmuan ("ngelmu") yang bercorak kanuragan, ia sangat pahami dan kuasai. Ketaatan dan ketekunannya sangat mewujud terekspresi dalam hampir semua pola hidup dan aktivitasnya, kebijakan dan implementasi keputusan2nya sebagai Presiden selama 7 periode, 32 tahun. Ketokohannya di berbagai bidang hidup termasuk di berbagai yayasan2 yang ia pimpin, semua "diwarnai" dengan filosofi, gaya, nilai2 dan keyakinan "iman" yang dipercayainya. Pak Harto tidak hanya menekankan urgen pentingnya aspek spritualitas terkait olah kebatinan Kejawen yang diimaninya, namun ia juga dengan sangat seksama begitu peduli terhadap bidang kehidupan lainnya (ipoleksosbud hankamrata) terkait dengan wawasan budaya dan kepercayaan Kejawennya.

Meskipun kontradiktip, apa yang bisa kita pelajari? Dari contoh ini, secara positip dalam konteks Kristen sebenarnya umat/pemimpin Kristen atau pemimpin yang berlatar belakang kristen di negeri ini, harusnya dapat belajar.. meneladani bahwa menjadi orang Kristen, sudah saatnya tidak hanya sekadar berlabel agama Kristen atau ber-KTP Kristen belaka. Atau jika sudah menjadi Kristen, seyogianya tidak hanya menekankan aspek kebenaran rohani semata. Tapi dalam kuasa kasihNya mampu menekuni dan menghidupi seluruh kebenaran Injil Kristus sesuai Firman Allah/Alkitab dalam seluruh aspek kehidupan. Tak hanya di tingkat theologis atau filosofis, namun juga di tingkat praksis-implementat if seluruh lapangan kehidupan. Kebenaran Injil harusnya dipraktekkan secara konsisten oleh umat/pemimpin Kristen di negeri ini.

Kedua, sebagai orang Jawa tulen dan sebagai seorang mantan jenderal militer Pak Harto sangat kental bahkan terkesan terlalu kental dengan keJawaannya, kesukuannya. Itu baik-baik saja. Demikian juga Pak Harto sangat militan bahkan terkesan terlalu militan malahan dalam gaya kepemimpinannya. Kedua hal ini di tambah dengan latar belakang "agama" kepercayaan Kejawennya tadi, telah lambat laun membentuk karakter berikut pola kepemimpinannya yang bertambah-tambah semakin otoriter. Makin lama makin otoriter, kuasa sepertinya tak berbatas. Mungkin di bawah kesadarannya, lantas cendrung memiliki image diri kepemimpinan kenegarawanan yang begitu kuat serasa layaknya seorang "raja" (raja jawa), komandan besar dan pandito ratu (pendeta tertinggi dalam sebuah "agama" kepercayaan) . Efeknya tidak dapat dan tidak boleh dibantah oleh siapapun. Jangankan pengikut, yang oposan dalam pendapat pun tidak boleh membantah. Di bawah naluri kesadaran pula, ia telah menjalankan "hukum besi" (bahkan hukum baja :)] ala Machiavelli, yang menganggap Indonesia yang besar begini..faktanya terdiri dari beratus suku dan beribu pulau, ..mungkin dikesankannya semata berisikan rakyat etnik Jawa dan hanya terdiri satu pulau yang bernama Pulau Jawa saja. Kepemimpinan dengan gaya dan pola hukum besi, otoritarian seperti ini, tentu menghasilkan banyak pengikut loyalis khususnya di tingkat elite dan "pembisik" dan "orang dekat", namun sekaligus juga tentu menghasilkan para pengikut sekaligus para penjilat pengkhianat yang bisa keji. Di samping banyak korban2 "pembangunan" berjatuhan, yang merasa tersakiti laten, tertindas, terjepit dan tertinggal. Pemaksaan kehendak, kekerasan, otoriter, serba-sentralistik, corak "one-man show" serta "main gebuk" entah dalam balutan wajah halus (dengan senyum, smiling) maupun wajah angker pembantu dan pengawal, senyata-nyatanya dalam kehidupan nyatanya malah tidak membuat pengikut orang-orang yang dipimpin dan para oposan/pengkritisi, bertumbuh kembang dewasa secara awet dan sehat.

Hal ini tentu memberi pelajaran khususnya bagi pemimpin dan umat Kristen Indonesia, bahwa atribut kesukuan/etnis setulen (entah sebagai orang suku Papua, Maluku, Jawa, Batak, Nias, Toraja, Manado, Sangir, Sumba, Alor, Timor, Dayak, etnis Tionghoa dst) apa pun atau atribut lain yang membentuknya misalnya sebagai latar belakang theolog, pendeta, militer, polisi, pengusaha, birokrat, BUMN, aktivis LSM, guru, profesional, hakim/jaksa/ pengacara dan bidang profesi/talenta apa saja, tidak boleh serta merta membuat orang Kristen bila menjadi pemimpin penatua gembala diaken atau jenis-jenis kepemimpinan lainnya di semua sektor kehidupan dengan jalan memberlakukan "hukum besi" (hukum baja) ala Machiavelli dan "sentral etnik lokal sendiri" jika sudah mejadi stateman/negarawan nasionalis. Gaya dan pola kepemimpinan Kristen yang tidak boleh dibantah, tidak mau mendengar atau dikritisi oleh siapapun, sangat tidak pas! Sebab esensi yang sesungguhnya dari kepemimpinan yang baik dan benar di semua lini kehidupan, adalah seperti yang dikatakan Yesus: Menjadi pelayan bagi semua berdasarkan kebenaran, keadilan dan kasih. "Learn to be the servant of all". Itulah corak kepemimpinan terbaik yang pernah ditunjukkan Yesus di dunia ini dan kita yakini akan dilakukanNya di dunia yang akan datang, kala Ia akan kelak datang kembali ke dunia ini bukan sebagai bayi atau baby lagi; tapi sebagai Raja dan Hakim yang Agung. Jika ini yang diterapkan umat/pemimpin Kristen, maka nuansa dan pola seperti ini pasti akan membuahkan pertumbuhan, perkembangan dan pendewasaan yang semakin penuh dari sehari ke sehari, meski pun mungkin membutuhkan banyak waktu, tenaga, pemikiran dan biaya. Sebaliknya, jika sekali ambisi kekuasaan, haus kekayaan materi dan hanya mementingkan suara kita yang ingin didengar ketimbang mau mendengar. Maka hawa nafsani ini (keinginan daging) yang cendrung hanya "ingin menang sendiri", "mau benarnya sendiri", tanpa pemahaman kebenaran hakiki dan utuh yang akan muncul, maka sejak saat itu "urapan", pengaruh dan kepemimpin bisa dipastikan makin terkikis habis, lalu ya jatuh runtuh.. semua berbagai atribut kekuasaan, kejayaan, kemuliaan, popularitas dan kehormatan. Tuhan yang mengambilnya. Bisa lewat umat. Bisa lewat komunitas, masyarakat. Lewat alam pun bisa.

Ketiga, Pak Harto selama kepemimpinannya yang sangat panjang itu (7 periode).., meski pun memiliki wawasan utuh selayaknya wawasan nusantara (ipoleksosbud) , cendrung sangat menekankan bahkan malah terkesan ekstrim.. hanya pada tok..satu bidang pembangunan. Apalagi kalau bukan bidang pembangunan ekonomi. Itulah yang dimulainya sejak memegang tampuk kepemimpinan. Tidak salah, memang. Namun kebablasan. Segalanya jadi demi kepentingan pembangunan ekonomi. Yang lain cendrung menjadi abai. Soal keadilan, moral, demokrasi, character building, penegakan HAM, kemajemukan bangsa, kemandirian terkait utang LN, dll. Akibat dari penekanan hanya pada satu bidang pembangunan atau "pelayanan", membuat seluruh tatanan kehidupan bangsa tumbuh tidak beraturan, "peot" lonjong dan timpang di sana-sini. Ini menjadi semacam "keretakan" fondasional landasan bangunan sekaligus menjadi "bom-waktu" yang pada waktunya akan roboh dan meledak hancur berkeping-keping. Sepuluh tahun terakhir sejak reformasi bergulir, hal ini masih begitu dirasakan. Untuk membangun kembali fondasi negara yang hampir hancur berikut akibat dari "bom-waktu" yang meledak berkali-kali, sungguh tidaklah gampang.

Pelajaran berharga apa yang diperoleh umat kristen/pemimpin kristen? Dari hal ini kita dapat penting betapa pentingnya melakukan perencanaan dan implementasi secara utuh, holistik sekaligus kritis. Hasilnya pun pasti akan utuh. Guna menghasilkan buah pertumbuhan dan perkembangan yang baik dari umat yang dilayani/dipimpinny a, tidak cukup dan sangat tidak bijak hanya melulu menekankan pada satu bidang atau sektor hidup semata dari yang dikuasai, dalam menjalankan pekerjaan pelayanan atau pemberdayaan umat. Memang spesialiasi di mana-mana perlu, juga skills menetapkan skala prioritas. Namun hal ini jangan berarti umat/pemimpin kristen tidak membutuhkan cara pandang atau profesi lain dalam menjalankan kepemimpinannya. Atau membuat mereka menjadi sub-ordinate, sub-supreme. Sangat tidak baik hasilnya. Nah, ini berarti umat/pemimpin semestinya jangan melulu "rigid", kaku.. dalam setiap mewacanakan, merencana dan atau mengimplementasikan sesuatu. Tidak jaman lagi musti mutlak-mutlakan. Apalagi sikap selalu ingin menang-menangan berdasar ego talenta, ego perspektif dan ego sektoral. Tidak melulu sekarang musti pakai satu cara pandang sektoral semata, bak orang memakai kacamata kuda. "Live only in one single box". Sangat penting dewasa ini mempertimbangkan keutuhan, dinamika, sinkronisasi wawasan dan perkembagan kebutuhan yang selalu berubah variatif. Double perspektif bahkan multi perspektif. Theologi, politik, budaya, sosiologi, seni, kreativitas, etc. Seperti seseorang pemahat yang memahat pola tubuh manusia. Tentu dia tak hanya memperhatikan pola pahatan di sekitar "perut". Namun pemahat juga perlu memberi perhatian kepada perkembangan pahatan di bagian "raut muka, wajah, kepala, tangan, dada, kaki, jari, leher, kuku" dst. Jika pemimpin dan umat Kristen memiliki wawasan dan keterampilan membaca situasi seperti seorang pemahat itu. Yang berwawasan makin lengkap dan tidak melulu mengikuti ego-sektoral berikut latar belakang talenta/profesinya saja, maka dipastikan makin lengkaplah kualitas dan kuantitas seluruh aspek pertumbuhan dan kedewasaan umat/masyarakat yang dilayani atau dipimpinnya menuju penggenapan kehendak Allah.

Yang terakhir: keempat, sebagai bapak rumah tangga, pemimpin keluarga. Pak Harto dikenal sebagai pribadi yang sangat mengasihi isterinya dan sangat sayang kepada putera-puterinya. Juga adiknya. Namun, kita semua mengetahui bahwa dari situasi dan kondisi kiprah anak-anak keluarga Pak Harto dan adiknya(keluarga Cendana), banyak diketahui umum tidak memberikan contoh buah kesaksian yang baik dan benar. Anak yang kawin-cerai, menjadi buron dan masuk penjara, tersangkut narkoba, terlibat perjudian, menjalankan praktek bisnis dan perusahaan yang tidak etis, dll. Sangat disayangkan dan menjadi keprihatinan yang sangat dalam jika melihat keadaan/kesaksian anak dan cucu dari Pak Harto. Yang telah menjadi boomerang kerusakan seluruh integritas yang telah dibangun sangat lama oleh Pak Harto.

Pelajaran yang berharga bagi seluruh pemimpin dan umat Kristen khususnya di Indonesia, adalah bagaimanapun keluarga dan kesaksian keluarga/rumah tangga menjadi cermin yang sangat penting dan krusial. Janganlah sekali-kali kasih dan sayang orang/pemimpin Kristen kepada isteri/suami, anak, cucu, abang/adik dst, malah menjadi boomerang merusak seluruh sisi dan integritas kehidupan. Kasih dan sayang orang tua atau kakek/nenek yang tidak berlandaskan kebenaran, kesucian, edukasi, moral dan keadilan. Yang akibatnya berakhir dengan pertengkaran, berantakan, dan kehancuran! Buat apa kita memperoleh kehebatan, kekuasaan absolut, kekayaan (material) sampai berbukit bahkan menggunung-gunung dengan berbagai tanda kehormatan yang diperoleh, namun salah satu pilar inti dari kehidupan itu sendiri yaitu keluarga menjadi hancur luluh lantak berantakan.

So, dari ke empat hal ini setidaknya mudah-mudahan menjadi poin pembelajaran berharga dan sangat penting dari sosok kepemimpinan Pak Harto. Semoga para umat Kristen pemimpin Kristen khususnya di negeri ini dapat mengambil makna/signifikansi yang makin dalam sekaligus mencerah. Mari dengan menengok masa lalu, kita bisa makin konsolidatif hari ini dan menatap ke depan. Pembelajaran baik di aras publik, hingga aras terkecil: aras pribadi dan keluarga.

Semoga melalui sosok Pak Harto dan dengan kepergian/wafatnya Pak Harto, akan mendatangkan era babakan baru bagi anak bangsa generasi pelanjut, terutama kemunculan kalangan umat/kristen pemimpin baru dan dibaharui dari anak bangsa di negeri tercinta ini.

May God guide His people and Indonesia!

Kamis, 24 Januari 2008

Tujuh Langkah Menangkal Resesi, Mencegah Kemungkinan Terjadinya Krismon Lagi Mulai Tahun 2008.

Artikel ini adalah respon saya atas posting artikel Sdr. Donny A Wiguna berjudul "Resesi" mid Januari 2008 lalu. Donny mengutip berita-berita yang mengejutkan, sekaligus membuat cukup banyak orang merasa panik. Antara lain harga minyak bumi dunia yang sky rocketing sampai US$ 100 per barrel, adanya laporan keuangan kuartal keempat 2007 yang menunjukkan kerugian lembaga-lembaga besar di Amerika sejak krisis subrprime mortgage, pengangguran yang tinggi, terjadinya bencana-bencana alam yang parah. Akibanya produktivitas AS menurun, pasar saham anjlok, yang berpengaruh besar pada pasar saham bagian dunia lain termasuk Indonesia. IHSG Indonesia pun turut anjlok. Citigroup rugi di kuartal keempat US$ 9,83 milyar (lk Rp 85 triliun).

Donny pun mengaitkan pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia cukup tinggi, lk 7%. BI meluncurkan paket kredit kepada usaha menengah, untuk mengatasi pengangguran 10 juta orang di akhir. Dan bersama Pemerintah bertekad untuk menekan inflasi 2008 sebesar 5% +/- 1%, 4,5% +/- 1% di 2009, dan 4% +/- 1% di 2010. Di sisi lain, bursa saham kita masih didominasi oleh saham-saham bluechips, seperti Telkom, BCA, Astra, dll yang ditengarai masih merupakan perusaaan berciri monopoli/ oligopoli. Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pun turut dibahas. Demikian juga uraian tentang Indonesia masih mempunyai banyak komodita, berupa bahan-bahan tambang, hasil pertanian sekaitan dengan ekspor. Juga pola kebijakan Pemerintah yang masih saja cendrung memproteksi pasar modal ketimbang pasar riil, cendrung pro kepada kepentingan pemodal (perusahaan importir komoditas pertanian) dengan membuka terus impor khususnya kedelai, sehingga sangat merugikan petani kita. Bahkan konsumen tahu dan tempe, karena nyatanya seperti kedelai, jagung, terigu dsb masih banyak diimpor dari AS. Akhirnya yang untung besar adalah perusahaan, rakyat banyak menjadi lebih susah. Karena menurutnya rakyat di sini tidak tahu cara berinvestasi atau tidak punya cukup modal. Lalu, dengan prediksi pasar riel yang menjadi lebih buruk, Donny pun menawarkan solusi alternatif yang bisa "melawan arah" berupa kegiatan berinvestasi terutama bagi individu masyarakat kelas menengah. Dengan alasan angka NAB sedang turun, dengan 500 ribu rupiah pun cukup untuk berinvestasi.

Atas uraian bro Donny yang cukup panjang itu, saya serta-merta memberi tanggapan bahwa ada baiknya concern kita menyikapi dampak resesi global ini (kemungkinan terjadinya krismon lagi) akan lebih baik bukan saja diperuntungkkan pada kepentingan individual kelas menengah saja. Atau semata untuk kepentingan aksi kejar untung. Namun perlu perlu sekaligus melihat kepentingan yang lebih besar, kepentingan bagian terbesar rakyat negeri ini yang berada di kelas2 di bawahnya.

Jangan lupa, apalagi untuk kita umat Kristiani, mayoritas warga jemaat/kristiani faktanya tak hanya ada di Jakarta atau di Surabaya saja, tapi ada misal di Sumut, Mentawai, Bengkulu Utara, Kalbar, Kalteng, Sulut, Sulbar, Toraja, Sulteng, Maluku, NTT, Papua ada di kelas2 ini juga. Cobalah sebagai umat atau pemimpin influencers "berjati diri kristen" di manapun siapa pun dia, kita seyogianya tak hanya punya cara pandang atau paradigma "Jakarta/Jawa" centris" saja. Tapi sebisanya atau ditambahkan juga punya cara pandang membela kepentingan umat kristiani di "christian majority regions" negeri ini.

Saya melihat dampak resesi ini persoalan besar dan kompleks. Namun, bukan berarti kita tidak bisa menganalisanya secara lebih jernih lewat perspektif yang lebih utuh.

Guna meredam krisis yang terjadi di AS mulai 2008 ini, yang sebenarnya dimulai dengan trend mortgage pada kuartal ketiga tahun 2007 lalu, negara ini dengan semua elemennya (pemerintah pusat, pemda, dpr/dprd, perangkat hukum dan keamanan, pengusaha, lsm/ormas2, akademisi, pelaku ukm di sektor riel) harusnya kembali lagi berani dan tegas secara bersama-sama untuk mengambil policy bareng yang tidak tanggung-tanggung. Berpihak pada kepentingan nasional secara incorporated, dalam artian langsung atau tidak langsung sadar untuk berpihak pada kepentingan rakyat kecil/rakyat banyak.

Kita boleh berbeda pendapat setajam apapun di dalam negeri, tapi jika menghadapi tantangan dan persoalan global seperti resesi spt krisis AS ini, harus satu sikap. Itu saja.

Persoalan ekonomi krisis ini sebenarnya tidak harus dibuat terlalu rumit, bila ada kebijakan dan impelementasi yang tegas, firm dari semua elemen bangsa seperti disebut tadi. Jawaban yang tegas dan lugas, bisa disebut sebagai "Seruan Tujuh (7) Langkah Menangkal Resesi/ Kemungkinan Terjadinya Krismon Lagi Mulai 2008", sbb:

1. Optimalkan pasar berbasis potensi domestik/dalam negeri !! Kran impor direduksi sekecil mungkin, termasuk usaha-usaha franchise asing yang tidak banyak manfaatnya bagi daerah/rakyat kecil.

Semua elemen berpikir dan bertindak ke situ, termasuk seruan ini tertuju kepada semua pengusaha di sini. Jangan hanya bisanya membuka pasar semata dengan potensi luar negeri, seperti franchise, pemakaian jasa asing, dll. Kita bukan anti-asing, tapi cobalah belajar kembangkan jati diri dan potensi yang ada berbasis potensi yang kita punya di sini jauh lebih besar dari yang ada di luar masuk ke sini. Jangan terus menerus kita dinina-bobok sebagai konsumen atau pasar asing, tapi mulai meretas kita lah yang menjadi produsen yang mampu juga membuka pasar di luar negeri. Mengubah paradigma pengusaha negeri ini yang tidak sekadar cari untung tapi bangun potensi negeri, tidaklah mudah !!

2. Pertumbuhan ekonomi yang disebut 5-7% harus punya mutu, jangan hanya semu !

Tidak hanya pertumbuhan ekonomi "semu" yang ada di pasar modal atau pasar finansial. Tapi musti menyentuh merambah sampai sektor riel di daerah-daerah. Ini seruan bagi para investor. Lakukan direct investment, jangan hanya nihil. Sekadar semua dimasukkan ke saham, reksadana, dsb. dan tiada yang ke sektor riel. Sekadar diketahui saja, capital flight yang ada pasar finansial, tidak akan berumur panjang. Beberapa hari saja bisa menguap. Persis seperti kejadian 1997. Fundamental ekonomi seperti ini gampang sekali collapse.

3. Untuk papan menengah (middle-class) disarankan menjadi intra preneur atau entrepreneurs untuk kemandirian !!

Investasi "kecil2an" yang dipunyai cobalah dipakai untuk modal berusaha berbasis potensi yang ada di dalam negeri. Bukan salah untuk menanam di investasi reksadana, dsb, tapi sangat lebih berguna bila dipakai untuk meretas usaha baru, baik secara sambilan (selain sebagai profesionals, karyawan, dsb) atau terjun langsung pada akhirnya. Boleh sebagai pedagang, tapi akan lebih baik pula sebagai produsen (barang dan jasa). Tidak mengapa mulai dari skala mikro, lalu beranjak ke skala kecil, menengah dst. Itu akan jauh lebih berguna dan memberi dampak secara kolektif bagi daerah atau negeri ini.

4. Sebagai produsen (barang dan jasa) berbasis potensi domestik, pasar yang dikembangkan tidak hanya di dalam negeri, tapi juga merambah ke luar negeri. Jika mungkin jangan bergantung hanya pada pasar AS !!

Dengan kemajuan iptek, internet, eksibisi pameran dsb, pasar UKM sekali pun dapat merambah sampai ke India, Malaysia, Cina, Rusia, Eropa Timur, Eropa Barat, Turki, Timur-Tengah, Afrika, dst. Hal itu akan mendatangkan devisa yang tidak sedikit bagi daerah, dan secara nasional tentunya guna membangun infrastruktur baru.

5. Negara jangan berhutang lagi dengan hutang baru ke IMF, Bank Dunia, ADB dlsb.

Ini penting guna mencegah terjadinya kebocoran dan KKN gaya lama pada orde-orde sebelumnya, yang rerata 30-35% tingkat kebocorannya.

6. Manfaatkan dana-dana APBN dan APBD di segenap daerah secara maksimal dan bertanggung- jawab. Jangan coba2 lagi lakukan mark-up, KKN !!

Untuk apa? Paling utama adalah membangun infrastruktur dasar, menggerakkan perekenomian di semua lini daerah tanpa terkecuali, dan membangun sektor pendidikan dan pengentasan kemiskinan.

7. Perbaharui peraturan pemerintah, terutama pemerintah daerah, agar lebih fair/adil terhadap semua kepentingan pelaku ekonomi di daerah (bebas kolusi dan nepotisme) serta kebijakan pungutan pajak daerah yang rasional, tidak mengada-ada.

Ini poin tambahan yang saya peroleh dari bro Donny. Dan untuk contoh yang kongkrit, saya kira ada bagusnya kita boleh bercermin dari apa yang telah dilakukan bupati kepala daerah kabupaten Jembrana Bali, bpk. IG Winasa. Bupati ini saya kira cukup berhasil (mengutip posting email Bro Rama VD) dalam mengimplementasi peran pemerintah daerah secara proporsional, menyangkut policy dan peraturan daerah. Mungkin sangat cocok dicontoh oleh daerah/kabupaten lainnya di seluruh Indonesia.

Nah.., jika saja ke 6 atau ke-7 langkah di atas ini bisa mampu dilakukan oleh segenap elemen bangsa di atas, dari sekarang (dari "kemarin" seharusnya) tak perlu menunggu Pemilu 2009, maka saya kira segenap rakyat akan semakin yakin bahwa bangsa negara ini telah berjalan pada arah, visi garis yang benar.

Resesi akibat krisis AS? Mungkin pasti akan dialami, dihadapi, dan mungkin akan menyakitkan dampaknya.. Tapi selebihnya jika langkah-langkah seperti di atas dilakukan secara bersama oleh segenap elemen bangsa ini; maka rakyat negeri ini, termasuk umat kristen di dalamnya yang ada di christian majority regions :-) seperti yang telah disebutkan, tak perlu harus terus menerus menderita dan menderita berbagai macam "bencana". Apalagi harus sampai bertambah jumlah penderita schizophrenia, sakit jiwa akibat terjangan resesi ekonomi (krismon) lagi.

Jadi, siapapun Presiden (entah SBY atau bukan SBY lagi), siapapun anggota dpr/dprd nya, gubernur bupati2nya tiap daerah hasil pilkada2, perangkat hukum, keamanan ketertiban, para pengusaha (bumn dan swasta) berbagai tingkat dan skala, LSM, akademisi, entrepreneurs UKM, dll dll segeralah mari kita sama2 sadar.. berubah secara radikal.. (tepatnya mari dimulai dari kita orang kristen sendiri); Bangkit dan cintailah negeri ini, cintailah daerah yang menjadi kepedulian kita betul-betul (bukan benul-benul) . Cepat dan bertindaklah kini atas dasar kepentingan daerah kita, segenap daerah kita, kepentingan nasional-lokal negeri ini, bukan hanya untuk sekadar cari untung.., kepentingan individual diri sendiri.

Kita bisa hadapi resesi dan atau kemungkinan terjadinya krismon lagi di negeri ini, dengan kepala tegak!

Selasa, 01 Januari 2008

Artikel Visi Provisi Perbaikan Indonesia: Sambut Tahun Baru 2008.

Dari informasi Transforma Sarana Media (TSM/BN-09), 1 Januari 2008.

"Konteks Indonesia indigenous: "Orang-orang para pemimpin dulu yang diperbaiki dipulihkan 'disembuhkan' , ataukah sistem, sistem-sistem internal dulu, sekaitan maraknya perkembangan pengaruh lingkungan eksternal?"

Visi provisi bersama: "Menuju kemajuan, kebaikan dan kesejahteraan seutuhnya bagi seluruh suku-suku bangsa, 'suku-suku' golongan, etnis, bangsa dan negara Indonesia, untuk akhirnya menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain".

Pertanyaan yang mungkin masih terus menggelayut dalam hati sanubari kalbu tiap suku-suku bangsa indigenous Indonesia, tiap bangsa Indonesia atau yang masih 'merasa' Indonesia hingga kini. Kenapa bangsa dan negara Indonesia, orang Indonesia, suku-suku bangsa indigenous di Indonesia serta berbagai etnis keturunan lainnya (Arab, Cina, India, Melanesia dll) sukar sekali maju, berkembang, hidup dalam cinta kasih persatuan dan kesatuan saling menghargai dan respek ?? Belum mampu untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain, di belahan dunia lainnya secara kolektif ?

Pertanyaan ini seharusnya mampu 'menohok' langsung diri orang-orang: para pemimpin dan umat Kristen indigenous termasuk saya, dan orang-orang kristen etnis keturunan lainnya yang 'masih merasa' Indonesia di seluruh tumpuan bumi persada negeri ini maupun di sebrang lautan. Menjadi 'titik berangkat' yang urgen dan utama bagi kesamaan (alignment, spooring) cara pandang, visi dan provisi untuk perbaikan kualitas suku-suku bangsa dan bangsa tercinta.

Faktor utama penyebabnya jika mau dirunut dalam kesederhanaan berpikir, mungkin bisa kita sama-sama kategorikan ke dalam 3 hal esensiil.
Kembali menyangkut 3 segi (domain) mendasar:
1. Orang-orang dan para pemimpin.
2. Sistem, sistem-sistem (internal).
3. Pengaruh lingkungan eksternal.

1. Dari segi orang dan para pemimpin (suku2 bangsa, orang Indonesia dan etnis lainnya yang 'merasa' Indonesia).


a. Dari segi orang, orang-orang.
Dari pengamatan puluhan tahun bahkan ratusan tahun, dari jaman purba hingga sekarang harus diakui faktanya bahwa sedemikian banyaknya orang Indonesia, suku2 bangsa dan etnis keturunan lainnya, sampai sekarang ini, tidak terkecuali orang-orang Kristen indigenous sendiri, dalam perspektif keutuhan manusia (orang) telah mengalami banyak kekurangan, untuk tidak mengatakan kemiskinan (lacknessess) dalam banyak dimensi.

Kekurangan-kekurang an (lacknesses) tersebut paling tidak bisa dirunut dan bisa lebih diteliti seksama:
Ada 10 kekurangan yang harus ditutupi diperbaiki ditambahkan, yaitu:
1. Hal berKetuhanan, teologi, filosofi hidup dan visi hidup kolektif yang benar dan utuh.
2. Hal berkesadaran penuh sbg salah satu bagian inheren alam ciptaan jagad raya (universe) sebagai ciptaan Allah.
3. Hal berkesadaran penuh sbg salah satu bagian dari lingkungan bumi terkait isu-isu lingkungan kekinian.
4. Hal kerohanian, spiritualitas (ketaatan, komitmen pada Tuhan yang benar, kekayaan & kesucian hati, kesederhanaan hidup namun sangat sanggup memperkaya banyak orang sesama suku2 masyarakat dan bangsa dll)
5. Hal intuisi kesadaran lingkungan sosial, mindset budaya, cara pandang kolektif (bidang seni tradisi, agama, politik, militer, keamanan, sosial, ekonomi, bisnis), tradisi, lingkup solidaritas dan kesetia-kawanan sosial, warisan budaya sosial yang diwariskan dari leluhur bangsa suku-suku bangsa, yang bergerak menuju kemajuan sesuai perkembangan jaman, yang baik, benar dan dapat dipertanggung- jawabkan.
6. Hal religi, keberagamaan (religiositas) dalam menjalankan hukum peraturan ketentuan2 agama dan cara beribadah dalam relevansi dengan perkembangan jaman, toleransi atas adanya perbedaan, keseharian dan kenyataan hidup.
7. Hal moral etika perilaku hidup yang benar, adil, bagus, baik dan dapat dipertanggung- jawabkan terkait pengambilan keputusan dalam kehidupan.
8. Hal intelektual, kecerdasan intelektual, hal menganalisa persoalan.
9. Hal kejiwaan, mental, mind, emosional (kestabilan, kematangan emosi), kekuatan mental, kemandirian mental dan kecukupan ekonomi, entrepreneurship social-entrepreneur ship, ketekunan, kemauan bekerjasama, kemauan untuk mentaati hukum ranah publik, mental survival (bertahan dalam kesulitan) dan mental menghargai hidup dan kehidupan.
10. Hal fisik, kondisi tubuh jasmani, ragawi, terkait dengan kesehatan, gizi nutrisi dan penyakit fisik.

Kekurangan dalam satu dimensi saja apalagi banyak dimensi dari 10 hal di atas, akan menimbulkan masalah, persoalan dan penyakit. Sakit dalam banyak dimensi, akan berakibat pada gejala kemiskinan, pemiskinan bahkan kemunduran (kemerosotan) . Sebaliknya, semakin lengkap kepemilikan anugerah Tuhan dalam 10 dimensi tersebut akan berakibat kepada kemajuan, kedewasaan dan kesejahteraan otentik dari orang-orang.

b. Dari segi pemimpin (leaders).
Belum banyak dari kalangan pemimpin, atau yang punya pengaruh kuat (influencers) atau yang menamakan diri sebagai pemimpin atau orang yang telah dikenal (populer) atau lingkungan para pemimpin di Indonesia, di suku-suku bangsa Indonesia dan etnis-etnis keturunan lainnya (Cina pengusaha naga, India, Arab) di Indonesia, yang memiliki kualitas dan kelengkapan dalam kepemilikan 10 aspek di atas. Pemimpin-pemimpin yang ada dari dulu hingga sekarang, barangkali belum dapat dikatakan sebagai pemimpin yang 'ideal'. Rata-rata dari para pemimpin yang ada di negeri ini, di suku-suku bangsa, di daerah-daerah adalah pemimpin-pemimpin yang masih berkekurangan. Masih banyak kekurangan. Sehingga kalau pun harus memimpin pun, para pemimpin memimpin orang-orang Indonesia lainnya masih harus dalam keadaan yang berkekurangan. Dengan demikian, hasil kepemimpinan para pemimpin belum banyak mengalami kemajuan yang berarti, untuk tidak mengatakan 'jalan di tempat', stagnan atau bahkan bisa juga mungkin justru mengalami kemunduran.

2. Dari segi sistem, sistem-sistem (internal).
Sistem yang dibangun, sangat dipengaruhi oleh faktor orang dan pemimpin. Karena orang dan pemimpin di Indonesia, di suku-suku bangsa dan etnis keturunan lainnya di Indonesia masih 'sangat' berkekurangan, maka sistem yang dibangun (sistem apa saja) masih sangat terasa sekali kekurangan-kekurang annya. Mau sistem politik, sistem keagamaan, sistem hukum, sistem pertahanan dan keamanan, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem sosial, sistem ketenaga-kerjaan, sistem perdagangan, sistem pembangunan pertanian, kelautan berikut sistem-sistem lainnya. Masih sangat sulit dan panjang jangka waktunya untuk mengharapkan terbentuknya dan beroperasinya sistem-sistem yang handal, baik, bagus, benar dan dapat dipertanggung- jawabkan guna membuahkan kemajuan, kebaikan, keadilan dan kesejahteraan kolektif yang hakiki dan nyata di tengah bangsa, negara, rakyat, masyarakat, di suku-suku bangsa, daerah-daerah dan keseluruhan penduduk bangsa ini.

3. Dari segi pengaruh lingkungan eksternal (global).
Sejak dulu, pengaruh lingkungan eksternal sangat besar untuk kehidupan suku-suku, bangsa dan negara Indonesia. Baik sebelum adanya kesadaran pergerakan nasional tahun 1908 maupun periode-periode sesudahnya (1928: Sumpah Pemuda, 1945: Proklamasi Indonesia sampai Orla, 1966: Orde Baru, 1998: Orde Reformasi dan masa 10 tahun Pasca Reformasi ke depan.

Fenomena-fenomena dan perubahan-perubahan yang terjadi secara global di dunia dan bagian-bagian dunia, mau tidak mau turut mempengaruhi orang-orang para pemimpin dan sistem-sistem (internal) yang ada di suku-suku bangsa dan bangsa negara Indonesia. Sebut saja, masa-masa jaman purba (animisme, dinamisme), jaman kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha kuno, kerajaan-kerajaan Mongol, Tiongkok kuno, jaman kerajaan dan perdagangan Islam, jaman kolonialisme Eropa Barat, jaman Jepang dan Sekutu (AS, Inggris & Rusia), jaman Perang Dingin (AS dan Soviet), Jaman Modern Paska Perang Dingin (Neo Kapitalisme) sampai Jaman Globalisasi Supra Modern seperti sekarang.

Isu-isu global yang sangat dirasakan sampai penghujung 2007 sebut saja:
- MDGs
- Global warming (UNFCCC Bali, akhir Protokol Kyoto 2012)
- Neo-kapitalisme, WTO dan Neo-marxisme
- Krisis energi dan 'sky rocketing' harga BBM tingkat dunia.
- Global korporatokrasi
- Konstelasi ASEAN (dgn Malaysia, Singapura, Thailand..) dan Australia.
- Kebangkitan RRC dan India
- Kejahatan transnasional
- HIV/AidS dan berbagai penyakit lainnya.
- Revolusi iptek, TI TV/multimedia

Di semua tahapan jaman, suku-suku bangsa dan bangsa ini turut dipengaruhi dan mengalami berbagai perubahan. Namun, dalam percaturan dunia dengan pengaruh lingkungan eksternal seperti ini, suku-suku bangsa dan bangsa Indonesia harus memiliki ketahanan jati diri, wawasan dan kelengkapan dalam paling tidak 10 hal di atas. Jika tidak, maka yang terjadi dalam proses saling pengaruh dan mempengaruhi ada dua hal. Dipengaruhi atau mulai mempengaruhi. Yang diharapkan adalah adanya keseimbangan, kesetaraan, untuk saling mempengaruhi: boleh dipengaruhi tapi juga bisa mempengaruhi. Jadi ada nilai persaingan, sekaligus kerjasama kolaborasi dalam suatu play-ground atau game yang dapat berlangsung sebisanya dalam iklim yang mengedepankan fairness atau asas keadilan.

Agar dapat memiliki posisi yang setara, equal (egalite'), dalam kesatuan bersama hidup umat menuju pembebasan kemajuan (liberte') dan persaudaraan yang rukun (fraternite' ), tentu suku-suku bangsa dan bangsa Indonesia harus memiliki orang-orang para pemimpin sekaligus sistem, sistem-sistem (internal) yang dibangun secara handal, baik, bagus, benar dan dapat dipertanggung- jawabkan. Sekuat-kuat pengaruh lingkungan eksternal di jaman globalisasi supra modern seperti sekarang, bila orang-orang para pemimpin dan sistem yang dibangun ditata handal, baik dan benar; maka pengaruh lingkungan eksternal tersebut tidak akan dapat membuat kehidupan di tingkat individu, keluarga, komunal, suku/suku-suku bangsa dan bangsa ini menjadi collapse.

Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Tidak lain adalah kembali kepada orang orang para pemimpin lebih dulu. Baru selanjutnya kepada sistem, atau sistem-sistem (internal) yang di bangun pada tingkat-tingkat itu. Jadi, jika orang-orang para pemimpin dalam komunitas, suku-suku dan bangsa handal, maka suku-suku bangsa, bangsa dan negara pun akan mampu menghadapi sistem-sistem dan pengaruh lingkungan eksternal sebesar dan se- negatip apapun. Sebab itu kembali penting dan urgen untuk memperbaiki, memulihkan, menyembuhkan orang-orang para pemimpin terlebih dulu. Guna menjamin sistem, sistem-sistem (internal) dapat semakin handal menyikapi pengaruh lingkungan eksternal dengan benar, baik dan dewasa menuju kemajuan.

Jadi jika demikian, dari mana kita dapat memperbaikinya?
Jika harus memilih prioritas, ya harus dari segi orang dan pemimpin/para pemimpin nya terlebih dahulu. Meski dalam segi realitas, kedua-duanya harus diretas. Memperbaiki orang/pemimpin, dan dalam saat yang sama secara paralel harus diupayakan perbaikan sistem atau berbagai sistemnya agar makin berjalan semakin handal.

Bagi seorang engineer atau kumpulan engineer termasuk di bidang sosial, untuk awal membangun sistem tidak terlalu sukar bila dibandingkan membangun orang atau pemimpin. Namun, untuk membangun sistem yang benar-benar handal, bagus, baik, benar dan dapat dipertanggung- jawabkan, nyatanya tidak bisa lagi hanya mengandalkan sistem awal yang telah terbentuk atau dibentuk itu semata. Sangat perlu berperan atau peran serta orang-orang atau para pemimpin tersebut di atas. Jadi kembali lagi kepada orang dan para pemimpin itu, agar sistem yang telah dibentuk tersebut dapat berjalan, atau dapat operasional secara handal, bagus, baik, benar dan dapat dipertanggung- jawabkan.

Sistem awal terbentuk bagus, baik, benar, namun pelaksanannya orang-orangnya para pemimpinnya tidak bagus, baik dan benar, maka sistem tidak dapat bekerja dengan baik. Sistem tidak dapat bekerja dengan handal menuju kemajuan. Jadi orang-orang dan para pemimpin lah yang harus pertama dan seterusnya diperbaiki. Ditingkatkan. Dimatangkan. Sehingga dapat mencapai kelengkapan. Demikianlah pentingnya dilakukan berganti-ganti, berurut. Orang/pemimpin, sistem, orang/pemimpin lalu sistem yang diperbaiki. Terus sampai mencapai kematangan bagi kedua-duanya.

Dari mana harus dimulai perbaikan dan pendewasakan orang para pemimpin?
Jika mulai dari orang dan para pemimpin, dari mana harus mulai untuk melakukan perbaikan dan pendewasaan orang-orang para pemimpin? Jawabnya, adalah ya mulai dari langkah perbaikan orang/para pemimpin. Orang-orang dan para pemimpin harus disembuhkan, diperbaiki, dipulihkan. Lihat prioritas, mana yang harus disembuhkan, diperbaiki dengan segera. Mana yang harus disembuhkan, diperbaiki dalam jangka panjang. Aspek atau dalam segi mana yang harus mulai disembuhkan: Ketuhanan, kesadaran akan alam universal, lingkungan, spiritual (rohani), kebudayaan mindset sosial, kejiwaan/mental atau segi fisik jasmani?

Selanjutnya, adalah upaya pembinaan orang-orang para pemimpin!
Jika aspek atau segi-segi kehidupan dari orang-orang para pemimpin sudah mengalami kesembuhan, perbaikan atau pemulihan, maka hal yang bisa dilakukan selanjutnya adalah upaya pembinaan (nurturing) secara terus menerus. Pembinaan di sini cakupannya sangat luas, meliputi upaya pendidikan (formal, non formal, informal), pemuridan, persekutuan, pendampingan, penggembalaan, pelayanan dan seterusnya. Dan hal ini semua, tidak bisa dilakukan hanya lewat satu metoda misalnya metoda atau pola patron-klien, namun lewat berbagai metoda. Semua metoda. All for all.

Tidak hanya menyangkut atau melibatkan satu individu, satu kelompok, satu komunitas. Namun dilakukan dengan bersama-sama sebagai satu kesatuan kolektif. All for all juga. Kolektif kecil sampai kolektif besar. Kolektif lokal, kolektif region sampai kepada kolektif nasional dan global.

Ambillah sisi positip dari globalisasi
Kita bersyukur lewat satu sisi positip globalisasi misalnya, metoda atau pendekatan "all for all" ini bukan merupakan hal yang mustahil lagi. Tapi dapat dilakukan dan diwujud-nyatakan. Sisi globalisasi ini kita dapat lihat sebagai anugerah Tuhan bagi peluang terjadinya perubahan bagi kemajuan. Perubahan kini tidak lagi bisa dilakukan hanya di tingkat individu atau keluarga semata. Namun perubahan nyata dapat terjadi sekaligus di tingkat kelompok kecil, komunal, komunitas, suku, kaum, bangsa dan bangsa-bangsa secara mengglobal. Lewat cara apa saja, orang-orang dan para pemimpin dapat diubahkan. Tentu harapan kita, perubahan yang terjadi adalah yang menuju kemajuan, kebaikan, keadilan dan kesejahteraan utuh (holistik) dalam arti sesungguhnya. Lahir batin, jasmani rohani, seanteronya.

Jika orang-orang para pemimpin bisa diubah, maka sistem pun akan bisa diubah!
Dengan demikian, kita makin meyakini sekarang, jika orang-orang para pemimpin punya kemungkinan untuk dirubah, disembuhkan, diperbaiki, dipulihkan dan dibina saling membina terus hingga kedewasaan utuh, maka sistem ataupun sistem-sistem yang ada di masyarakat, suku-suku bangsa, negara dan bangsa pun dapat mengalami perubahan, perbaikan, pemulihan serta peningkatan menuju kepada operasionalisasi sistem yang semakin handal. Sistem handal dan bermutu yang sanggup membuat komunitas, masyarakat dan bangsa itu sendiri semakin maju, semakin baik, bagus, semakin adil dan sejahtera secara seutuhnya (holistik).

Jika orang-orang pemimpin dan sistem dapat diubah dan menjadi handal, maka suku-suku dan bangsa Indonesia dapat memberi kontribusi positip bagi dunia dalam percaturan global.
Hal ini akan berlaku otomatis dan natural. Jika orang-orang para pemimpin dalam suku bangsa dan bangsa di Indonesia berhasil dipulihkan, diperbaiki dan dibina dengan baik. Lalu sistem, sistem-sistem (internal)nya juga bisa diperbaiki dan dibuat handal, maka suku-suku dan bangsa Indonesia secara keseluruhan dapat memberi kontribusi yang positip bagi kemajuan dunia. Bagi keadilan dan kesejahteraan dunia secara seutuhnya. Menjadi garam dan terang dunia. Terang bagi bangsa-bangsa!

Maka, mari kita semua mulai perbaikan dengan lebih serius lagi! Jangan menjadi lelah dan tawar hati!
Untuk Indonesia, suku-suku bangsa indigenous di Indonesia dan etnis keturunan lainnya di Indonesia, mari mulai kita bangun dari sekarang lebih seksama lagi upaya perbaikan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan orang-orang dan para pemimpin. Dari mulai unit terkecil: keluarga. Kelompok kecil, komunal, komunitas, marga-marga, suku-suku, jemaat/jemaah agama, kaum, golongan sampai kepada orang-orang dan para pemimpin dalam berbagai lingkungan sosial (politik, agama, militer, pendidikan/sekolah, seni, budaya, iptek, lsm, mahasiswa, generasi muda, remaja, anak-anak, dst). Jangan karena kita melihat perkembangan- perkembagan negatif dan berbagai kegagalan yang terjadi di waktu-waktu yang lalu bahkan sekarang ini, hingga membuat kita menjadi lelah dan tawar hati. Jangan jangan menjadi lelah dan tawar hati! Mari, lewat berbagai cara, berbagai metoda, pendekatan yang dipilih dengan penerapan nilai-nilai etika/moral dan content (isi) yang benar, baik, bagus dan dapat dipertanggung- jawabkan. All for all. Pendekatan all for all, dan semua bagi semua.

Kita akan sama-sama menyaksikan perubahan bagi kemajuan itu dari sekarang dan ke depan!
Maka, jika hal ini semua hal ini yang dilakukan, maka kita akan sama-sama menyaksikan perubahan dan kemajuan nyata dari sekarang dan ke depan. Perubahan bagi kemajuan yang Tuhan akan dan segera lakukan melalui kita semua bagi individu-individu, keluarga-keluarga, komunitas-komunitas , marga-marga, jemaat/jemaah jemaah agama, suku-suku bangsa, etnis keturunan lainnya, lingkungan-lingkung an sosial dan alam. Perbaikan dan kesembuhan kolektif massal di bangsa ini akan terjadi, tidak perlu harus dicapai dalam jangka waktu yang terlalu lama. Sesuai upaya dan keseriusan kita semua. Semakin serius dan seksama, maka jangka waktu perubahan perbaikan penyembuhan dan pemulihannya akan segera terasa.

Kesejahteraan seutuhnya bagi suku-suku bangsa dan bangsa Indonesia!
Maka setiap 'suku-suku' dan suku-suku bangsa, bahkan bangsa dan negara ini akan mengalami kesembuhan, pemulihan, perbaikan, kemajuan yang luar biasa hasilnya. Kemajuan menuju kebaikan, keadilan dan kesejahteraan seutuhnya. Jika suku-suku bangsa dan bangsa Indonesia bisa mencapai hal yang seperti ini, maka secara kolektif suku-suku bangsa dan bangsa Indonesia akan mampu memberi kontribusi yang positif bagi keutuhan ciptaan, keadilan dan kesejahteraan seutuhnya di dunia. Menjadi garam dan terang dunia. Terang bagi bangsa-bangsa.

Itu yang kita semua sama-sama harapkan.
Menjadi visi dan ekspektasi kita bersama.

Semoga Tuhan menolong kita semua. Selamat Tahun Baru 2008 !! Selamat menyongsong hari depan yang penuh harapan dan sejahtera utuh bagi kita semua.

Hanya bagi Tuhan, segala kemuliaan !!